Antara Cina, China, Tiongkok dan Tionghoa
Antara Cina, China, Tiongkok dan Tionghoa
Sejak awal sebenarnya saya tidak ingin menulis tentang perbedaan
antara Cina, China, Tiongkok dan Tionghoa. Tulisan ini dilatarbelakangi oleh
seseorang yg me-reply komen saya di media sosial Instagram beberapa hari yg
lalu. Pada hari itu saya memberikan komentar di salah satu postingan dari akun yg
cukup terkenal di Instagram. Di postingan tersebut memuat meme yg menyindir
beras palsu yg cukup heboh saat ini. Dalam meme tersebut mengatakan bahwa beras
palsu yg terbuat dari plastik sintetis berasal dari Indonesia padahal sebenarnya
dari negara China atau Tiongkok. Nah disinilah letak permasalahannya yg
terjadi.
Hampir seluruh komentar di postingan tersebut mencoba memberikan
informasi yg benar bahwa beras palsu tersebut berasal dari negara china. Saya juga
termasuk orang yg mencoba membenarkan informasi yg benar. Kemudian tidak lama
berselang, ada satu akun yg me-reply komen saya dengan menyatakan bahwa “gunakan
bahasa yg sopan, harap tidak memakai kata cina. Gunakan China atau Tiongkok”. Intinya
seperti itulah pesan yg saya dapat dari orang tersebut. Ternyata hampir semua
orang yg memakai kata “Cina” dia reply semua untuk menggantikan kata tersebut
dengan kata China atau Tiongkok.
Saya baru sadar kalo yg dia maksud adalah kata Cina termasuk kata
yg merendahkan kaum etnis Tionghoa. Padahal sebenarnya saya tidak ada maksud
untuk merendahkan atau apalah itu. Komentar saya di postingan tersebut adalah
untuk membenarkan informasi yg salah yg ada di postingan tersebut. Saya juga
membalas komentar orang tersebut dan mengatakan tidak ada maksud merendahkan. Setelah
kejadian itu, saya langsung unfollow akun yg memuat postingan meme tersebut.
Aneh aja akun sebesar itu dan mempunyai follower jutaan masih saja melakukan
kesalahan. Apakah akun tersebut tidak menyaring dulu, dan menimbang dulu
sebelum reposting? Ah.. dasar sempak!
Untungnya saya sudah unfollow tuh akun dan males juga berhubungan
sama orang yg masih terlalu sensitif dengan hal tersebut. Padahal di stand-up
comedy, orang-orang yg keturunan Tionghoa tidak masalah dengan kata “Cina”. Terutama
Ernest Prakasa, dimana setiap materinya selalu membahas tentang dirinya yg
orang cina dan menertawakan matanya yg sipit (bukan bermaksud SARA). Ya.. saya
berpikir juga, tidak semua orang Tionghoa berpikiran seperti Ernest dan saya
memakluminya. Akibat dari kekerasan di masa lalu membuat kata “Cina”
mendiskreditkan orang-orang Tionghoa yg ada di Indonesia.
Pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan gambaran mengenai
perbedaan antara Cina, China, Tiongkok dan Tionghoa. Apa sih yg membedakan
antara kata-kata tersebut? berikut perbedaannya menurut Paguyuban Sosial Marga
Tionghoa Indonesia
1.
Cina adalah
orang yg berwarga negara China yg setara dengan orang Jepang, Malaysia,
Singapura, Taiwan, dan Indonesia yg berarti warga negara asing.
2.
China adalah
penulisan resmi oleh Kedutaan Republik Rakyat Cina yg merujuk pada negara
Republik Rakyat China (RRC) dalam bahasa Indonesia.
3.
Tionghoa,
adalah orang-orang keturunan Cina di Indonesia yang sepadan dengan orang Jawa,
Sunda, Madura, Batak, dll.
4.
Sedangkan Tiongkok
adalah penyebutan negara China untuk Indonesia. Pada 14 Maret 2014 Presiden SBY
mengubah istilah China dengan sebutan Tionghoa. Pencabutan surat edaran itu
berdasarkan Keppres Nomor 12 Tahun 2014 yang ditekennya.
Sekarang sudah tahu kan perbedaannya, dan hal ini memang susah
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena masyarakat Indonesia lebih
mengenal kata Cina atau China. Sebenarnya di Indonesia sendiri juga masih
memiliki kerancuan dalam penyebutan Negara China. Terjemahan dari “Zhong
Hua Ren Min Gong He Guo”, yang dalam bahasa Inggris diartikan sebagai People’s
Republic of China. Di kalangan institusi Pemerintah Indonesia, masih belum
dibakukan apakah terjemahannya “Republik Rakyat Tiongkok” atau “Republik Rakyat
Cina” atau “Republik Rakyat China”? tetapi dengan adanya Keppres yg dikeluarkan
pada tahun 2014 yg lalu menjadikan penyebutan negara China menjadi Tiongkok.
Di media-media baik di televisi maupun surat kabar
sudah menggunakan kata “Tiongkok”. Secara linguistik, istilah “Tiongkok” dan
“Tionghoa” hanya ditemukan di Indonesia karena lahir dari pelafalan “Zhong Guo”
(Negara Tengah) dalam Bahasa Indonesia dan dialek Hokien (yang digunakan di
Provinsi Fujian, dari mana banyak etnis Tionghoa di Indonesia berasal). Kedua
istilah tersebut tidak dikenal di negara-negara tetangga yang bahasanya juga
mempunyai akar bahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Pada
permulaan Abad ke-19, masyarakat Tionghoa di Indonesia mengurangi penyebutan
istilah “Cina” (pada saat itu ditulis “Tjina”) dalam berbagai publikasi dan
percakapan publik karena dianggap merendahkan. Sebagai gantinya, istilah
“Tiongkok” digunakan untuk penyebutan negara, dan “Tionghoa” untuk sebutan
orang.
Tetapi pada tahun 1967, pemerintah saat itu melarang penggunaan
kata “Tionghoa” dan “Tiongkok” karena nilai-nilai psikologis yg dianggap
merugikan Indonesia. Maka dikeluarkan keputusan yg di sahkan oleh Presidium Kabinet Ampera
pada 25 Juli 1967 dengan pertimbangan bahwa istilah tersebut adalah yang “disenangi
rakyat Indonesia”. Kemudian diterbitkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera
No. 6 Tentang Masalah Cina. Pada tanggal 6 Desember 1967, ditetapkan Inpres No.
14 Tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang tujuannya untuk
semakin menekan kebebasan berekspresi masyarakat Tionghoa di Indonesia. Sejak
itu, praktis tidak pernah lagi terdengar penggunaan istilah “Tiongkok” dan
“Tionghoa” dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Yang ada hanya istilah
“Cina”, yang walaupun secara tata bahasa dinilai netral, namun kerap digunakan
dengan tendensi merendahkan. Tetapi ketentuan tersebut sudah dicabut oleh
pemerintah.
Belum lagi
kejadian yg terjadi pada tahun 1998 yg menjadikan etnis Tionghoa semakin
tertekan. Pribumi dan Non-Pribumi menjadi masalah yg serius di kerusuhan 1998. Tetapi
beruntung setelah jaman reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid melakukan pencabutan atas
Inpres No. 14 Tahun 1967 yang dianggap diskriminatif dan tidak sesuai dengan
norma-norma reformasi. Presiden Wahid adalah salah satu tokoh reformasi yang
memelopori penggunaan kembali istilah “Tiongkok” dan “Tionghoa”. Di dalam
laporan kerja Pemerintah bulan Agustus 2000, Presiden Wahid sudah secara tegas
menggunakan sebutan “Republik Rakyat Tiongkok”.
Jadi, perbedaan antara Cina, China, Tiongkok dan
Tionghoa sudah jelas. Penggunaan Tiongkok menjadi kewajiban kita semua untuk
membiasakan penyebutannya. Karena untuk menghormati etnis Tionghoa yg juga
merupakan bagian dari NKRI. Alangkah baiknya negara kita ini tidak ada lagi
diskriminasi baik itu suku, agama dan ras. Semoga bisa menjadi pembelajaran
buat kita semua.
0 komentar:
Post a Comment