Total Quality Management (TQM)

Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang menempatkan  mutu sebagai strategi usaha,  dengan cara melibatkan seluruh anggota organisasi dalam upaya peningkatan mutu secara berkesinambungan dan sepenuhnya berorientasi pada kepuasan pelanggan.

Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis, yang berupaya untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. TQM merupakan pendekatan yang seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki kualitas produknya, menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya.
Sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kompetensi SDM perusahaan untuk merealisasikannya. Penerapan manajemen sumber daya manusia tidak berdiri sendiri tetapi terikat dengan paket TQM dan harus selaras dengan perubahan proses.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap manenjer menengah terhadap penerapan TQM yakni fokus pada pelanggan pelibatan dan pemberdayaan karyawan, kerja sama tim, pendidikan dan latihan, perbaikan berkesinambungan serta pengaruhnya terhadap kinerja manajerial. Disamping itu penelitian juga bertujuan mengetahui perbedaan sikap manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritsis TQM.
Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang manajer menengah, yang diambil dengan cara simple random sampling. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor kritis TQM terhadap kinerja manajer. Sedang untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sikap manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM dipergunakan uji beda(t test).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serentak sikap manajer menengah terhadap faktor kritis TQM berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Analisis dengan menggunakan uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan sikap antara manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM.
Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya bahwa penerapan TQM mempengaruhi kinerja manajerial dan penerpan TQM sangat ditentukan kompetensi SDM.


IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT

A. PERUBAHAN LINGKUNGAN

Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, terjadi berbagai perubahan dalam hampir semua aspek, misalnya dalam aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknologi, hukum, hankam, dan aspek lainnya. Berbagai tren baru dalam lingkungan manufaktur membawa dampak terhadap kualitas.

Lingkungan Manufaktur Baru

TREN
IMPLIKASI TERHADAP MUTU
1. Fokus pada strategi manufaktur
Mutu menjadi dasar strategi kekuatan bersaing
2. Produksi barang bermutu tinggi
Mutu secara langsung berhubungan dengan pangsa pasar, pertumbuhan bisnis dan laba
3. Pengurangan tingkat persediaan dengan konsep just in time
Pengurangan biaya persediaan
4. Skedul produksi yang ketat
Peningkatan ketersediaan oleh pelanggan dipersepsikan sebagai aspek mutu
5. Bauran dan variasi produk
Memungkinkan focus pada strategi dan segmentasi pasar
6. Otomatisasi mesin & peralatan
Memberikan justifikasi bagi peningkatan mutu dan produktivitas
7. Daur hidup lebih singkat
Memberikan peluang bagi usaha mempercepat perubahan pasar dan memasukkan teknologi baru ke dalam produk melalui program manajemen mutu
8. Perubahan organisasi
Tanggung jawab mutu didelegasikan kepada unit bisnis strategik dan manajer produk
9. Teknologi informasi
Memungkinkan pengendalian lebih ketat terhadap biaya mutu, manajemen mutu dan integrasi fungsional silang.

Kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada kemampuan untuk memberi respons terhadap perubahan-perubahan tersebut secara efektif. Umumnya perubahan yang terjadi disebabkan oleh berbagai kekuatan yang ada, baik internal maupun eksternal.

Ada empat kekuatan eksternal utama, yaitu karakteristik demografi, kemajuan teknologi, perubahan pasar, dan tekanan sosial serta politik.

Kekuatan internal bisa dipengaruhi oleh masalah sumber daya manusia dan perilaku atau keputusan manajerial.

1.    Permasalahan sumber daya manusia

Munculnya masalah ini berkaitan dengan persepsi karyawan atas perlakuan terhadap mereka dalam pekerjaan dan kesesuaian antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasional.

2.    Perilaku/keputusan manajerial

Konflik interpersonal, perilaku pemimpin yang tidak sesuai, sistem penghargaan yang tidak memadai serta adanya reorganisasi structural merupakan factor-faktor pendorong perlunya perubahan yang berkaitan dengan perilaku/keputusan manajerial.

Total quality management merupakan suatu konsep manajemen m,odern yang berusaha untuk merespons secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal. TQM lebih berfokus pada tujuan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelanggan dengan memasok barang dan jasa yang memiliki kualitas setinggi mungkin.

Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menurut komitmen jangka panjang dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Perlunya perubahan total dikarenakan cara menjalankan bisnis dengan TQM berbeda sekali dengan cara tradisional. Perbedaan pokok adalah berupa karakteristik yang tercakup dalam unsur-unsur TQM, yang meliputi:

Fokus pada pelanggan eksternal dan internal

Memiliki obsesi tinggi terhadap kualitas

Pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

Adanya komitmen jangka panjang

Kerja sama tim

Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Perbaikan proses secara berkesinambungan

Adanya pendidikan dan pelatihan karyawan yang bersifat bottom-up

Adanya kebebasan yang terkendali

Adanya kesatuan tujuan

Munculnya TQM juga dikarenakan adanya kekurangan atau kesalahan dalam menjalankan bisnis dengan mengunakan pendekatan tradisional. Beberapa kekurangan atau kesalahan tersebut (Fandy, 1995:329), antara lain sebagai berikut:

  1. Berfokus pada jangka pendek
  2. Cenderung bersifat arogan, tidak berfokus pada pelanggan
  3. Memandang rendah kontribusi potensial karyawan
  4. Menganggap bahwa mutu yang lebih baik hanya dapat dicapai dengan biaya yang tinggi
  5. Mengutamakan bossmanship bukan leadership

B. PERSYARATAN IMPLEMENTASI TQM

Untuk melakukan suatu perubahan sering kali tidak mudah, apalagi bila menyangkut perubahan yang bersifat fundamental dan menyeluruh. Berkaitan dengan perubahan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu berikut ini:

1.    Perubahan sulit berhasil bila manajemen puncak tidak menginformasikan proses perubahan secara terus-menerus kepada para karyawannya.

2.    Persepsi karyawan terhadap perubahan sangat mempengaruhi penolakan perubahan. Karyawan akan mendukung perubahan bila mereka merasa bahwa manfaat perubahan akan lebih besar daripada biaya yang ditimbulkan terutama biaya karyawan.

Ada beberapa persyaratan untuk melaksanakan TQM (Goetsch, 1997:264) (Fandy, 1995:332) yaitu :

  1. Komitmen manajemen puncak
  2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
  3. Organization wide steering committee
  4. Perencanaan dan publikasi
  5. Infrastruktur yang mendukung penyebarluasan dan perbaikan terus menerus

Keseluruhan persyaratan diatas merupakan tugas awal yang harus dilakukan dalam memulai implementasi TQM. Selain tugas-tugas tersebut, masih ada beberapa tugas lainnya yang harus dilakukan, yaitu sbb:

  1. Melatih steering committee, yang meliputi hal-hal seperti empat belas poin deming, deming’s seven deadly diseases, tujuh alat/piranti utama perbaikan, dan pembentukan tim kerja.
  2. Identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi, yaitu mengenai kemampuan statistic, pengumpulan data, dan kemampuan analisis.
  3. Identifikasi pendukung potensial TQM, yaitu dengan bagian apa yang paling mungkin menjadi pendukung TQM dan siapa yang menolak TQM.
  4. Identifikasi pelanggan eksternal dan internal
  5. Menyusun cara untuk menentukan kepuasan pelanggan (eksternal dan internal), antara lain dengan melakukan patok duga pada perusahaan pesaing terkuat untuk mengukur perbaikan/kemajuan yang dicapai.

C. PERANAN MANAJEMEN DALAM IMPLEMENTASI TQM

TQM merupakan transformasi budaya yang didorong oleh definisi ulang (reengineering) terhadap peranan manajemen. Pihak manajemen harus mebubah dirinya terlebih dahulu, baik aspek nilai, keyakinan, asumsi, maupun cara mereka menjalankan bisnis. Peranan merupakan tanggung jawab, perilaku, atau prestasi kinerja yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus (Bounds, et al, 1994:1334). Selain melaksanakan kepemimpinan yang diharapkan dapat memotivasi dan mengarahkan para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi, manajemen puncak juga bertanggung jawab dalam mengatasi setiap penolakan terhadap perubahan ke arah manajemen baru. Dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan tersebut, manajer puncak dapat menggunakan salah satu strategi berikut (Kreitner dan Kinicki, 1994:737).

1.    Pendidikan dan Komunikasi

2.    Partisipasi dan Keterlibatan

3.    Fasilitas dan Dukungan

4.    Negosiasi dan Kesepakatan

5.    Manipulasi dan Cooptation

6.    Paksana Secara Eksplisit dan Implisit

Hasil analisis yang dilakukan Benson (et al., 1991) (dalam Hessel, 2003:81) persepsi manajer mengenai manajemen kualitas ideal dan actual dengan instrument tentang delapan area kritikal manajemen kualitas, yaitu peran kepemimpinan, kebijakan kualitas, training product service design, manajemen kualitas pemasok, data kualitas dam pelaporan serta hubungan karyawan. Alat analisis digunakan adalah regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa organizational quality context ternyata mempengaruhi persepsi manajemen kualitas actual maupun ideal.

D. PENDEKATAN IMPLEMENTASI YANG HARUS DIHINDARI

Agar implementasi TQM dapat berjalan dengan sukses, perusahaan harus mempelajari semua informasi yang ada, baik mengenai implementasi yang sukses maupun yang gagal di perusahaan lain. Ada beberapa pendekatan implementasi TQM yang harus dihindari (Fandy, 1995:341), yaitu sbb:

1.    Jangan melatih semua karyawan sekaligus

2.    Jangan tergesa-gesa menerapkan TQM dengan melibatkan terlalu banyak orang dalam satu tim

3.    Implementasi TQM tidak boleh didelegasikan

4.    Jangan memulai implementasi bila manajemen belum benar-benar siap

E. FASE-FASE IMPLEMENTASI

Menurut Cortado (1993:179-182), ada lima tahap transformasi yang dilalui suatu perusahaan, yaitu tahap kesadaran awal, implementasi sebagian, aktivitas estensif, hasil-hasil nyata dan terbaik dalam industri dengan karakteristik setiap tahap.

Karakteristik Lima Tahap Transformasi dalam Implementasi TQM

Penerapan Awal
Implementasi Sebagian
Aktivitas Intensif
Hasil Nyata
Terbail dalam Industri
Baru ada sebagian pengetahuan TQM
Pengetahuan makin berkembang
Setiap orang telah memahami konsep TQM
Integrasi sangat baik
Integrasi total
Sedikit pendukung TQM
Usaha sistimatis dimulai
Pendekatan telah terpadu
Proses teruji dan efektif
Praktik yang terbaik
Tidak ada rencana
Ada rencana implementasi
Mulai memperoleh hasil-hasil nyata
TQM menjadi budaya perusahaan
Melaksanakan budaya mutu
Tidak ada budaya kualitas
Mulai ada kesuksesan
Budaya perusahaan telah berubah
Hasil-hasil telah tercapai dan kontinu
Hasil-hasil unggul dan kontinu
Belum ada hasil nyata
Budaya perusahaan mengalami perubahan
Empowerment and development bersifat ekstensif
Terorganisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Meraih kelas dunia
Manajemen komando & kendali
Manajemen senior mulai memberi dukungan
Berfokus pada perbaikan kontinu
Berhasil menjadi pemimpin pasar
Penyempurnaan secara kontinu
Inward focused
Delegasi dimulai Fokus pada pelanggan makin baik



Waktu
1 – 2 tahun
1 – 2 tahun
1 – 2 tahun
Kontinu

Sumber: Cortado, J.W. (1993:180)

Menurut George dan Weimerskirch (1994:259-269), ada enam fase utama dalam implementasi TQM, yaitu sbb:

1.    Komitmen manajemen puncak terhadap perubahan

2.    Penilaian system perusahaan secara internal dan eksternal

3.    Pelembagaan focus pada pelanggan

4.    Pelembagaan TQM dalam perencanaan strategic, keterlibatan karyawan, manajemen proses, dan system pengukuran

5.    Penyesuaian dan perluasan tujuan manajemen guna memenuhi dan melampaui harapan pelanggan

6.    Perbaikan atau penyempurnaan system

Sementara itu, Goetsch dan Davis (1997:584-589) memberikan klasifikasi fase implementasi yang lebih rinci dan sistematis. Fase implementasi TQM dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu :

1.    Fase Persiapan

Langkah A: Membentuk Total Quality Steering Committee

Langkah B: Membentuk Tim

Langkah C: Pelatihan TQM

Langkah D: Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip sebagai Pedoman

Langkah E: Menyusun tujuan umum

Langkah F: Komunikasi dan Publikasi

Langkah G: Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan

Langkah H: Identifikasi Pendukung dan Penolak

Langkah I: Memperkirakan Sikap Karyawan

Langkah J: Mengukur Kepuasan Pelanggan

2.    Fase Perencanaan

Langkah K: Merencanakan pendekatan Impelementasi, kemudian menggunakan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Adjust)

Langkah L: Identifikasi Proyek

Langkah M: komposisi Tim

Langkah N: Pelatihan Tim

3.    Fase Pelaksanaan

Langkah P: Penggiatan Tim

Langkah Q: Umpan Balik kepada Steering Committee

Langkah R: Umpan Balik dari Pelanggan

Langkah S: Umpan Balik dari karyawan

Langkah T: Memodifikasi Infrastruktur

Keberhasilan implementasi TQM sangat dipengaruhi oleh fasilitas pendukungnya yaitu infrastruktur organisasi. Infrastruktur organisasi tersebut meliputi berikut ini:

  1. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan
  2. Dukungan manajemen puncak
  3. Manajemen tenaga kerja
  4. Hubungan jangka panjang dengan pemasok.
  5. Sikap kerja pekerja

F. PENGARUH IMPLEMENTASI TQM PADA KINERJA ORGANISASI.

Pengaruh penerapan TQM pada kinerja organisasi (Hessel, 2003:84) meliputi atas berikut ini.

1.    Proses desain produk.

2.    Manajemen arus proses.

3.    Statistical quality control.

4.    Hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

5.    Sikap kerja pekerja

6.    Kinerja organisai pada keunggulan kompetitif.

G. HAMBATAN IMPLEMENTASI TQM DI INDONESIA.

Hasil analisis implementasi TQM di Indonesia menunjukkan ketidaksempurnaan implementasi TQM dan kurangnya infrastruktur yang mendukung implementasi TQM. Secara umum, terdapat beberapa factor penyebab yang memungkinkan keadaan tersebut (Hessel, 2003:98) yaitu sbb:

1.    Kurangnya komitmen manajemen puncak.

2.    Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementtasi TQM.

3.    Partial quality management

4.    Kurangnya pengetahuan tentang kkosep TQM yang akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan kosep TQM.

5.    Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM, dimana belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan.






Pendahuluan

Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan yang sangat tajam terjadi baik di pasar domestik maupun di pasar internasional/global. Agar perusahaan dapat berkembang dan paling tidak bisa bertahan hidup, perusahaan tersebut harus mampu menghasilkan produk barang dan jasa dengan mutu yang lebih baik, harganya lebih murah, promosi lebih efektif, penyerahan barang ke konsumen lebih cepat, dan dengan pelayanan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan para pesaingnya.

Kondisi demikian mempunyai arti, bahwa perusahaan yang akan memenangkan persaingan dalam segmen pasar yang telah dipilih harus mampu mencapai tingkat mutu, bukan hanya mutu produknya, akan tetapi mutu ditinjau dari segala aspek, seperti mutu bahan mentah dan pemasok harus bagus (bahan baku yang jelek akan menghasilkan produk yang jelek pula), mutu sumber daya manusia (tenaga kerja) yang mampu bekerja secara efisien sehingga harga produk bias lebih murah dari pada harga pesaingnya, promosi yang efektif (bermutu), sehingga mampu memikat para pembeli sehingga pada gilirannya akan meningkatkan jumlah pembeli. Mutu distribusi yang mampu menyerahkan produk sesuai dengan waktu yang dikehendaki oleh pembeli, serta mutu karyawan yang mampu melayani pembeli dengan memuaskan. Inilah yang dimaksud mutu terpadu secara menyeluruh (total quality).

Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global, karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Bagi perusahaan/organisasi ingin mengikuti perlombaan bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan : “Quality is our best assurance of custemer allegiance, our strongest defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings”.

Ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Makin tinggi mutu suatu produk, makin tinggi pula kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan akan mendukung harga yang tinggi dan seringkali biaya rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu bertujuan menaikkan laba. Dari penelitian membuktikan ada korelasi yang kuat antara mutu dengan laba yang dapat diraih oleh perusahaan.

Sesuai dengan judul di atas tulisan ini akan membahas tentang Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yang akan terlihat pada tulisan berikut.

Sejarah Tentang Mutu

Pada mulanya mutu produk ditentukan oleh produsen. Pada perkembangan selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh pembeli, dan produsen mengetahuinya bahwa produk itu bermutu bagus yang memang dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi.

Perkembangan mutu terpadu pada mulanya sebagai suatu system, perkembangan di Amerika Serikat. Buah pikiran mereka pada mulanya kurang diperhatikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat bisnis. Namun beberapa dari mereka merupakan pemegang kunci dalam pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980 keterlibatan mereka dalam manajemen terpadu telah dihargai di seluruh dunia. Adapun konsep-konsep mereka tentang mutu terpadu secara garis besar dapat dikemukakan berikut ini.

1. F.W. Taylor (1856-1915)

Seorang insiyur mengembangkan satu seri konsep yang merupakan dasar dari pembagian kerja (devision of work).

Analisis dengan pendekatan gerak dan waktu (time and motion study) untuk pekerjaan manual, memperoleh gelar “Bapak Manajemen Ilmiah” (The Farther of Scientific Management). Dalam bukunya tersebut Taylor menjelaskan beberapa elemen tentang teori manajemen, yaitu :

  • Setiap orang harus mempunyai tugas yang jelas dan harus diselesaikan dalam satu hari.

  • Pekerjaan harus memiliki peralatan yang standar untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya.

  • Bonus dan intensif wajar diberikan kepada yang berprestasi maksimal.

  • Penalti yang merupakan kerugian bagi pekerjaan yang tidak mencapai sasaran yang telah ditentukan (personal loss).

Taylor memisahkan perencanaan dari perbaikan kerja dan dengan demikian memisahkan pekerjaan dari tanggung jawab untuk memperbaiki kerja.

2. Shewhart (1891-1967)

Adalah seorang ahli statistik yang bekerja pada “Bell Labs” selama periode 1920-1930. Dalam bukunya “The Economic Control of Quality Manufactured Products”, merupakan suatu kontribusi yang menonjol dalam usaha untuk memperbaiki mutu barang hasil pengolahan. Dia mengatakan bahwa variasi terjadi pada setiap segi pengolahan dan variasi dapat dimengerti melalui penggunaan alat statistik yang sederhana. Sampling dan probabilitas digunakan untuk membuat control chart untuk memudahkan para pemeriksa mutu, untuk memilih produk mana yang memenuhi mutu dan tidak. Penemuan Shewhart sangat menarik bagi Deming dan Juran, dimana kedua sarjana ini ahli dalam bidang statistik.

3. Edward Deming

Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph. D pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah memberikan pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur bukan kepada para manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Katanya : “Quality is not determined on the shop floor but in the executive suite”. Pada 1950, beliau diundang oleh, “The Union to Japanese Scientists and Engineers (JUSE)” untuk memberikan ceramah tentang mutu. Pendekatan Deming dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • Quality is primarily the result of senior management actions and not the results of actions taken by workers.

  • The system of work that determines how work is performed and only managers can create system.

  • Only manager can allocate resources, provide training to workers, select the equipment and tools that worekers use, and provide the plant and environment necessary to achieve quality.

  • Only senior managers determine the market in which the firm will participate and what product or service will be solved.

Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai manajemen mutu terpadu.

4. Prof Juran

Mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management process” yang terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal dengan trilogy Juran yaitu, Finance Planning, Financial control, financial improvement. Adapun rincian trilogy itu sebagai berikut :

  • Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan.

  • Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki.

  • Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.

Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini. Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep : “pentingnya perbaikan mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun tehnik yang diajarkan berbeda-beda”. Kini sampailah pada pengertian mutu yang diambil dari America Society for Quality Control yang mengatakan : Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisty stated of implied needs (Kotler : 1994).

Definisi di atas berkonotasi kepada pelanggan. Produk bermutu kalau dapat memuaskan para pelanggan yang mengkonsumsi produk tersebut.

Manajemen mutu terpadu

Kita sependapat bahwa mutu tidak ditentukan oleh pekerjaan di bengkel atau oleh tehnis pemberi jasa yang bekerja melayani pelanggan akan tetapi ditentukan oleh para manajer senior suatu organisasi yang berkat posisi yang dimilikinya bertanggung jawab kepada pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham untuk keberhasilan suatu usaha. Manajer senior ini mengalokasikan implementasi proses manajemen yang memungkinkan perusahaan memenuhi visi dan misi mereka. Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu. Model tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut :

Tujuan
:
Perbaikan terus menerus, artinya mutu selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan para pelanggan.
Prinsip
:
Fokus pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.
Elemen
:
Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.

Model di atas dibentuk berdasarkan tiga prinsip mutu terpadu yaitu :

  • Fokus kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.

  • Fokus pada perbaikan proses kerja untuk memproduksi secara konsisten produk yang dapat diterima.

  • Fokus yang memanfaatkan bakat para karyawan.

Tiga prinsip mutu

Tiga prinsip mutu yang di atas yaitu :

1. Fokus pada pelanggan

Mutu berdasarkan pada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan dan bahwa kebutuhan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat kalau organisasi/perusahaan secara keseluruhan bermaksud memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (pembeli).

2. Perbaikan proses

Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas.

3. Keterlibatan total

Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan. Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat menguntungkan organisasi/perusahaan. Pada waktu yang sama keterlibatan pimpinan bekerjasama dengan karyawan yang telah diberi kuasa tersebut.

Elemen pendukung dalam TQM

Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah :

1. Kepemimpinan

Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa-siapa yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk menggunakan MMT/TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan.

Pimpinan Senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang ketat. Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka harus mengembangkan secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.

Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga prinsip dan elemen-elemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking, statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan yang paripurna.

3. Struktur Pendukung

Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior.

4. Komunikasi

Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.

5. Ganjaran dan Pengakuan

Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.

6. Pengukuran

Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi.

Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.

Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsure yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :

  • Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.

  • Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.

  • Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.

  • Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.

  • Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan

  • Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa

  • Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram

  • Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal

  • Pendai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat

  • Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan

  • Mau mendengar dan menyadari kesalahan

  • Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi

  • Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja

  • Bagaimana Penerapannya di Indonesia?

Berdasarkan data yang ada telah dibuktikan penerapan manajemen mutu terpadu telah berhasil dengan baik di Jepang kalau dilaksanakan secara konsekuen, sehingga membuktikan produk Jepang telah menbanjiri pasar, terutama di Amerika Serikat untuk produk mobil dan elektronik, walaupun cikal bakal manajemen mutu berasal dari negara Paman Sam tersebut. Sukses ekonomi luar biasa ini rupakan menyadarkan Amerika Serikat untuk menerapkan manajemen mutu terpadu. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa dan Timur Tengah dalam tingkat perintisan.

Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau dipenuhi syarat-syarat berikut :

  • Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan, sehingga dapat memuaskan para pelanggan.

  • Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para pemegang saham.

  • Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.

  • Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.

  • Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.

 Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter, sehingga di peroleh suasan kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.

 Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.

 Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.

 Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.

 Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.

Kesimpulan

Menghadapi era globalisasi sekarang ini, setiap perusahaan/organisasi harus mampu menghasilkan produk dengan mutu yang baik, harga lebih murah dan pelayanan yang lebih baik pula dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perbaikan mutu semua aspek yang berkaitan produk tersebut yaitu : bahan mentah, karyawan yang terlatih, promosi yang efektif dan pelayanan memuaskan bagi pembeli, sehingga pembeli akan menjadi pelanggan yang setia. Mutu yang tercipta dengan kondisi seperti itulah yang disebut mutu terpadu secara menyeluruh (Total Quality).

Untuk keberhasilan pengembangan mutu di atas, diperlukan juga elemen pendukung seperti : kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Keberhasilan manajemen Jepang karena negeri ini secara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip mutu terpadu seperti di atas, yang kemudian di contoh oleh Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara di Timur Tengah. Di Indonesia menerapkan Manajemen Mutu Terpadu akan berhasil kalau secara konsekuen pula mengikuti prinsip-prinsip dasar mutu terpadu, serta dilengkapi dengan karakteristik bumi Indonesia, seperti budaya, adat-istiadat dan lain sebagainya.






BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah

Total quality manajemen (TQM) berasal dari kata “Total” yang berarti keseluruhan atau terpadu, “Quality” yang berarti mutu, dan “Management” diartikan dengan pengelolaan. Manajemen didefinisikan sebagai proses planning, organizing, staffing, dan controlling terhadap seluruh kegiatan dalam organisasi. Dalam pengertian mengenai organisasi Total Quality Manajemen, penekanan utama adalah pada mutu yang didefinisikan dengan mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak dari awalnya dengan tujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Hal inilah yang melatar belakangi konsep zero defect. Kesalahan atau cacat (defect) hanya akan terjadi bila sejak dari proses awal tidak ditekankan masalah mutu. Selain itu, perusahaan harus membayar mahal bila produk atau jasanya tidak laku karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan atau tidak berorientasi pada kepuasan pelanggan.



B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1.       Sejarah Singkat Perkembangan Total Quality Manajemen;

2.       Pengertian Total Quality Management;

3.       Perbedaan TQM dengan Manajemen Lainnya;

4.       Konsep Total Quality Management;

5.       Prinsip dan Unsur Total Quality Management;

6.       Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan TQM.



C.    Tujuan

Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Total Quality Manajemen serta prinsip-prinsipnya.



D.    Manfaat

Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:

Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Total Quality Manajemen serta konsepnya.



BAB II

PEMBAHASAN

Total Quality Manajemen





A.    Sejarah Singkat Perkembangan TQM



            Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi dan gerak oleh bapak manajemen Ilmiah, Frederick Winston Taylor, pada dekade 1920-an. Ada beberapa  peristiwa dalam evolusi gerakan total quality di Amerika Serikat yang telah dirangkum dibawah ini yaitu:

Tahun
Kejadian Bersejarah
1911
Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya The Principles of Scentific Management, yang melahirkan berbagai teknik, seperti studi waktu dan gerak.
1931
Walter A. Shewhart dari Bell Laboratories memperkenalkan statistical quality control dalam bukunya Economic Control of Quality of Manufacturing Products.
1940
W. Edwards Deming membantu U.S. Bureau of Census dalam menerapkan teknik-teknik sampling statistic.
1941
W. Edwards Deming mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S. War Department.
1950
W. Edwards Deming mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada para ilmuan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.
1951
Joseph M. Juran mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality Control Handbook.
1961
Martin Company (kemudian bernama Martin-Marietta) membangun rudal pershing yang memiliki tingkat kerusakan nol.
1970
Philip Crosby memperkenalkan konsep zero defects.
1979
Philip Crosby mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality is Free.
1980
Siaran dokumentasi TV if Japan Can …. Why Can’t We? Memberi pengakuan kepada W. Edwards Deming di USA.
1981
Ford Motor Company mengundang W. Edwards Deming untuk berbicara di hadapan eksekutif puncaknya, memelopori hubungan produktif antara produsen mobil dan pakar kualitas.
1982
W. Edwards Deming menerbitkan buku berjudul Quality, Productivity, and Comperative Position.
1984
Philip Bing Crosby menerbitkan buku berjudul Quality Without Tears: The Art of Hassle Free Management.
1987
Konggres Amerika Serikat menetapkan Malcolm Baldrige National Quality Award.
1988
Secretary of Defense Frank Carlucci memerintahkan U.S. Department of Defense untuk mengadopsi total quality.
1989
Florida Power and Light berhasil menjadi perusahaan non-Jepang pertama yang berhasil memenangkan Deming Prize.
1993
Total quality approach diajarkan universitas-universitas di Amerika Serikat.



Aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. Meskipun pembagian tugas telah menimbulkan peningkatan besar dalam hal produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas tersebut telah menyisihkan konsep lama mengenai keahlian/keterampilan, di mana individu yang sangat terampil melakukan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah Taylor mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja. Untuk mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan, maka dibentuklah departemen kualitas yang terpisah.

Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas manufacturing, kualitas juga menjadi hal yang makin sulit. Volume dan kompleksitas mendorong timbulnya quality engineering pada tahun 1920-an dan reliability engineering pada tahun 1950-an. Quality engineering sendiri mendorong timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam pengendalian kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsep control charts dan statistical process control. Kedua konsep terakhir ini merupakan aspek fundamental dari total quality management.

Sekalipun konsep TQM banyak dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan Jepang, tetapi tidak dapat dinyatakan bahwa TQM ‘made in Japan’. Hal ini dikarenakan banyak aspek TQM yang bersumber dari Amerika Serikat (Schmidt dan Finnigan, 1992 dalam Bounds, et.al, 1994 : 61) di antaranya sebagai berikut:

1.      Manajemen ilmiah, yaitu berupaya menemukan satu cara terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan.

2.      Dinamika kelompok, yaitu mengupayakan dan mengorganisasikan kekuatan pengalaman kelompok.

3.      Pelatihan dan pengembangan yang merupakan investasi dalam sumber daya manusia.

4.      Motivasi berprestasi.

5.      Keterlibatan karyawan.

6.      Sistem sosioteknikal, di mana organisasi beroperasi sebagai sistem yang terbuka.

7.      Pengembangan organisasi.

8.      Budaya organisasi, yakni menyangkut keyakinan, mitos, dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku setiap orang dalam organisasi.

9.      Teori kepemimpinan baru, yakni menginspirasikan dan memberdayakan orang lain untuk bertindak.

10.  Konsep lingking-pin dalam organisasi, yaitu membentuk tim fungsional silang.

11.   Perencanaan strategik.

  

B.     Pengertian TQM

Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan.[1][1]

Total quality management juga dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135). Definisi lainnya menyatakan bahwa Total quality management merupakan sistem manajemen yang menyangkut kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasaan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p. 33)[2][2]

Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.

Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute, yaitu:

1.      Rute pasar. Perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah kepada penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar.

2.      Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat.



C.    Perbedaan TQM dengan Metode Manajemen Lainnya

Ada empat perbedaan pokok antara TQM dengan metode manajemen lainnya. Pertama,  asal intelektualnya. Sebagian besar teori dan teknik manajemen berasal dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi mikro merupakan dasar dari sebagian besar teknik-teknik manajemen keuangan, ilmu psikologi mendasari teknik pemasaran dan decision support system, dan sosiologi memberikan dasar konseptual bagi desain organisasi. Sementara itu dasar teoritis dari TQM adalah statistika. Inti dari TQM adalah Pengendalian Proses Statistikal (SPC/Statistical Process Control) yang didasarkan pada sampling dan analisis varians.

Kedua, yakni sumber inovasinya. Bila sebagian besar ide dan teknik manajemen bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi manajemen sebagian besar dihasilkan oleh para pionir yang pada umumnya adalah insinyur industri dan ahli fisika yang bekerja di sektor industri dan pemerintah.

Ketiga, yakni asal negara kelahirannya. Kebanyakan konsep dan teknik dalam manajemen keuangan, pemasaran, manajemen strategik, dan desain organisasi berasal dari Amerika Serikat dan kemudian tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya TQM semula berasal dari Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.

Keempat, yakni proses diseminasi atau penyebaran. Penyebaran sebagian besar manajemen modern bersifat hirarkis dan top-down. Yang mempeloporinya biasanya adalah perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Electric, IBM, dan General Motors. Sedangkan gerakan perbaikan kualitas merupakan proses bottom up, yang dipelopori perusahaan-perusahaan kecil. Dalam implementasi TQM, penggerak utamanya tidaklah selalu CEO, tetapi seringkali malah manajer departemen atau manajer divisi.[3][3]



D.    Konsep TQM

            Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkat tertentu di mana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. TQM lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. TQM menghendaki komitmen dari manajemen sebagai pemimpin organisasi di mana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan dalam semua level atau departemen dalam organisasi. TQM bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada mutu dan menjadikan mutu sebagai way of life.

Pengendalian, sistem, dan teknik-teknik sangat diperlukan dalam penerapan TQM, tetapi semuanya itu bukan merupakan kebutuhan utama. Yang terpenting dalam penerapan TQM adalah keterlibatan secara menyeluruh setiap orang dalam organisasi atau perusahaan tersebut untuk mengubah budaya (culture) yang lama menjadi budaya baru. Perubahan tersebut antara lain:

1.      Dari kerahasiaan atau sesuatu yang bersifat selentingan menjadi komunikasi terbuka antar seluruh anggota organisasi atau perusahaan. Dengan keterbukaan maka kerjasama akan terwujud, dan dengan keterbukaan, maka kesalahpahaman dapat segera teratasi.

2.      Dari pengendalian menjadi pemberdayaan. Karyawan tidak mau kalau secara terus menerus dimonitor. Mereka ingin selalu dilibatkan, diajak berdiskusi, dan berpendapat. Mereka juga harus diserahi tanggung jawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan mendapat penghargaan atas prestasi yang diraih.

3.      Dari inspeksi menjadi pencegahan. Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap barang atau produk jadi setelah keluar dari proses produksi. Sehingga bila ada produk yang cacat atau tidak sesuai dengan spesifikasi pelanggan, akan dibuang atau diadakan pengerjaan ulang. Hal inilah yang membuat perusahaan harus membayar mahal. Dalam TQM tidak ada lagi istilah inspeksi, melainkan pencegahan. Artinya, sejak dari perencanaan produk. Proses produksi hingga menjadi produk akhir menghasilkan cacat atau kesalahan nol (zero defect).

4.      Dari fokus internal dan fokus eksternal, fokus internal adalah perhatian perusahaan atau organisasi pada kemampuan yang dimiliki saja, sehingga proses produksi dilaksanakan berdasarkan kemampuan tanpa memperhatikan permintaan pelanggan (push system) sedangkan TQM menganggap bahwa cara berproduksi seperti ini adalah pemborosan. TQM  lebih memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan (eksternal fokus) sehingga melaksanakan proses produksi tarik (pull system).

5.      Dari biaya dan penjualan menjadi kesesuaian terhadap mutu. Semula, perusahaan atau organisasi hanya memperhatikan masalah biaya dan waktu produksi. Namun kondisi tersebut kemudian berubah menjadi mutu produk yang menjadi orientasinya. Mutu produk yang dimaksud di sini adalah dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan. Barang atau jasa dikatakan bermutu bila mampu mengurangi biaya (cost reduction), menghilangkan pemborosan (eliminating waste), menyampaikan secara tepat waktu (faster delivery), dan menjual dengan harga rendah ( lower price). Apabila hal tersebut tercapai, maka profit meningkat.

6.      Dari stabilitas menjadi perubahan dan perbaikan secara terus menerus. Kondisi yang tidak berubah bukannya membawa keuntungan dan manfaat bagi perusahaan. Justru perusahaaan atau organisasi yang mau berubah dan mau secara terus menerus mengadakan perbaikan itulah yang akan berhasil dengan baik. Dalam kondisi yang serba stabil, orang tidak akan pernah mau belajar. Sementara dalam organisasi yang menggunakan filosofi TQM dituntut untuk selalu belajar atau berubah, memperbaiki atau meningkatkan kemampuannya, karena prinsip TQM yang continuous quality improvement.

7.      Dari hubungan yang sifatnya persaingan menjadi hubungan kerjasama. Dalam organisasi yang menggunakan konsep TQM semua pihak yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organisasi tersebut (pemasok, pelanggan, pesaing, dan lain-lain) adalah teman atau saudara. Hal ini menuntut adanya kerjasama yang kuat dan saling membantu. Hubungan erat dan kerjasama yang baik dengan pelanggan akan membuat mereka terbuka untuk memberikan kritik dan saran untuk peningkatan produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan.

8.      Dari pengalokasian dan melemparkan hal-hal yang tidak diketahui menjadi penyelesaian semua masalah sampai akar-akarnya. Perusahaan biasanya akan menutupi masalah yang dihadapi dan bersikap pura-pura tidak tahu, atau membenci siapa pun yang mengetahui permasalahan yang ada. Perusahaan atau organisasi yang menganut filosof TQM  justru akan menghadapi semua permasalahan yang ada, mencari penyelesaian hingga tuntas.

Untuk dapat menerapkan TQM pada industri jasa diperlukan beberapa konsep dasar, teknik dan langkah-langkah penerapannya, antara lain:

a)      Memfokuskan pada produk (yang dalam hal ini adalah jasa yang ditawarkan) dan pelanggan.

b)      Kepemimpinan dalam organisasi jasa yang mendukung pelaksanaan filosof TQM.

c)      Budaya organisasi (yaitu budaya organisasi yang berorentasi mutu).

d)     Komunikasi yang efektif antar seluruh personil dalam organisasi maupun antara para personil organisasi dengan pelanggan.

e)      Pengetahuan atau keahlian karyawan dalam melaksanakan filosofi TQM.

f)       Tanggung jawab para karyawan.

g)      Manajemen berdasarkan data dan fakta.

h)      Sudut pandang jangka panjang.

Total quality management merupakan sekumpulan langkah yang harus dilalui tingkat demi tingkat untuk dapat menerapkannya. Pada dasarnya untuk dapat menerapkan total quality management yang paling diperlukan adalah dukungan atau komitmen dari pimpinan puncak, komunikasi antar seluruh anggota organisasi, dan adanya perubahan budaya.[4][4]



E.     Prinsip dan Unsur Pokok TQM

TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam scheuning dan Christopher, 1993: 165-166), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah:

1.      Kepuasan pelanggan

Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Makin tinggi nilai yang diberikan, maka makin besar pula kepuasan pelanggan.

2.      Respek terhadap setiap orang

Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.

3.      Manajemen berdasarkan fakta

Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Meksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan mengingat katerbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

4.      Perbaikan berkesinambungan

Agar dapat sukses, setiap perubahan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze) yang terdiri atas langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.[5][5]

Sepuluh unsur utama TQM adalah:

a.       Fokus pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelangan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan ualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.[6][6]

b.      Terobsesi dengan mutu, yaitu dengan menjadikan mutu sebagai pegangan atau pandangan hidup seluruh anggota organisasi atau perusahaan.

c.       Menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini disebabkan pendekatan ilmiah dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

d.      Komitmen jangka panjang. Usaha peningkatan atau perbaikan mutu bukan merupakan loncatan (quantum leap). Melainkan merupakan suatu proses jangka panjang yang berkesinambungan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan total quality, perhatian kita harus berpusat pada masa mendatang yang berjangka jauh ke depan, bukan untuk jangka pendek.

e.       Kerja tim (teamwork). Ada prinsip yang mengatakan bahwa pemikiran sekumpulan orang lebih baik daripada hanya satu orang, sehingga hasil yang dapat diperoleh akan lebih baik bila semua pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama. Pemberian upah dan penghargaan pun tidak dilaksanakan secara individu, melainkan juga merupakan penilaian kelompok.

f.       Continual process improvement. Mutu hanya bisa dicapai bila selalu diadakan perbaikan dan penyempurnaan walau hanya kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip Kaizen “little better everyday”.

g.      Pendidikan dan pelatihan. Karena untuk menciptakan sesuatu yang bermutu, maka orang harus mau belajar dan berlatih sampai kapan pun. Hal ini akan membentuk dan meningkatkan pola pikir yang selalu berorientasi pada proses perbaikan.

h.      Tidak ada pengendalian (freedom from control). Perusahaan atau organisasi yang berorientasi pada total quality tidak lagi menggunakan statistical process control yang hanya merupakan penilaian produk akhir, melainkan setiap karyawan harus mengendalikan sendiri dirinya untuk membuat atau memberikan atau menerima produk yang benar-benar bebas cacat.

i.        Keseragaman tujuan. Dengan adanya kesamaan tujuan maka kegiatan akan dapat dilakukan dengan mudah dan tidak ada pertentangan dalam pelaksanaannya.[7][7]

j.        Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.



F.      Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan TQM

Apabila suatu organisasi menerapkan TQM dengan cara sebagaimana mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM sebagai obat ajaib atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.

Selain dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan antara lain:

1.      Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.

Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen di mana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.

2.      Team mania.

Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya
 kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.

3.      Proses penyebarluasan (deployment)

Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya  pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para manajer, serikat kerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan, dan kesadaran.

4.      Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.

Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak ada satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi. Bahkan pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing.

5.      Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.

Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.

6.      Empowerment yang bersifat prematur.

Banyak perusahaan yang kurang memahami makna pemberian empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.[8][8]













BAB III

PENUTUP



Kesimpulan:

1.      Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi dan gerak oleh bapak manajemen Ilmiah, Frederick Winston Taylor, pada dekade 1920-an.

2.      TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan.

3.      Perbedaan TQM dengan manajemen lainnya adalah:

a.       Asal intelektualnya;

b.      Sumber inovasinya;

c.       Asal negara kelahirannya;

d.      Proses diseminasi atau penyebarannya.

4.      Yang terpenting dalam penerapan TQM adalah keterlibatan secara menyeluruh setiap orang dalam organisasi atau perusahaan tersebut untuk mengubah budaya (culture) yang lama menjadi budaya baru.

5.      Prinsip-prinsip TQM adalah:

a.       Kepuasan pelanggan;

b.      Respek terhadap setiap orang;

c.       Manajemen berdasarkan fakta;

d.      Perbaikan berkesinambungan.

6.      Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan TQM:

a.       Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior;

b.      Team mania;

c.       Proses penyebarluasan (deployment);

d.      Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis;

e.       Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis;

f.       Empowerment yang bersifat premature.












0 komentar:

Post a Comment