Praktik Penentuan Harga & Regulasi dan Antitrust: Peran Pemerintah dalam Perekonomian
RANGKUMAN
EKONOMI MANAJERIAL
BAB 11 PRAKTIK PENENTUAN HARGA
&
BAB 12 REGULASI DAN ANTI TRUST: PERAN PEMERINTAH
DALAM PEREKONOMIAN
ABFI INSTITUTE
PERBANAS JAKARTA
Kelompok:
1.
Zaldi
Fachriansyah 1012000011
2. Fia Apriani Marliana 1012000025
3. Dedek Azhari Sitorus 1012000325
2. Fia Apriani Marliana 1012000025
3. Dedek Azhari Sitorus 1012000325
Bab 11 Praktik Penentuan Harga
PENENTUAN HARGA UNTUK
BEBERAPA JENIS PRODUK
Penentuan Harga
Berbagai Jenis Produk yang Memiliki Keterkaitan Permintaan
Produk
yang dijual perusahaan bisa memiliki keterkaitan sebagai barang substitusi atau
barang komplementer. Dalam menentukan harga produk yang memiliki keterkaitan,
sebuah perusahaan harus mempertimbangkan dampak dari perubahan harga salah satu
produknya terhadap permintaan produk lain. Alasannya adalah karena pengurangan
harga sebuah produk menyebabkan turunnya permintaan produk substitusi yang
dijual oleh perusahaan yang sama dan menyebabkan naiknya permintaan terhadap
produk komplementer. Dengan demikian, untuk memaksimumkan laba, perusahaan harus
menetapkan tingkat output dan harga dari berbagai jenis produk yang dihasilkan,
secara bersamaan dan tidak secara terpisah.
Hubungan antar permintaan (demand interrelationship) mempengaruhi
keputusan penentuan harga yang dilakukan oleh perusahaan penghsil beberapa
jenis produk, melalui dampaknya terhadap pendapatan marginal. Untuk perusahaan
penghasil dua jenis produk (A dan B), fungsi permintaan marginal dari
perusahaan tersebut adalah:
MRá´€
= ∆TR +
∆TRв
∆Qá´€ ∆Qá´€
MRв = ∆TRв + ∆TRá´€
∆Qв ∆Qв
Dari dua persamaan di
atas, menyatakan bahwa pendapatan marginal bagi masing-masing produk mempunyai
dua komponen, yang satu berhubungan dengan perubahan dalam pendapatan total
akibat penjualan itu sendiri, dan yang lain berhubungan dengan perubahan dalam
pendapatan total akibat penjualan produk yang lain. Dengan demikian, suku kedua sisi kanan
masing-masing persamaan di atas, mencerminkan hubungan antarpermintaan.
Misalnya, suku (∆TRв)/( ∆Qá´€) dalam persamaan 11-1 mengukur perubahan penerimaan
dari penjualan produk B, yang terjadi karena penjualan satu unit tambahan
produk A. demikian pula, suku (∆TRá´€)/( ∆Qв) dalam persamaan 11-2 mengukur
perubahan pendapatan total dari penjualan produk A yang terjadi karena
penjualan satu unit tambahan produk B . jika suku kedua dari sisi kanan
persamaan tersebut nilainya positif, yang berarti bahwa peningkatan penjualan salah satu produk
memacu penjualan produk yang lain, maka kedua produk tersebut bersifat
komplementer. Sebaliknya jika suku kedua bernilai negative, yang berarti bahwa
peningkatan penjualan
salah satu produk
menurunkan penjualan produk lain., maka kedua produk tersebut bersifat
substitusi.
Pemanfaatan
Kapasitas Pabrik dan Penentuan Harga Produk yang Optimum
Salah satu
alasan penting bagi perusahaan untuk menghasilkan lebih dari satu jenis produk
adalah agar bisa lebih memanfaatan kapasitas pabrik dan kapasitas produksinya.
Sebuah perusahaan yang memiliki kapasitas berlebih (setelah menghasilkan sebuah
jenis produk pada tingkat output terbaiknya) bisa mencari produk lain untuk
dihasilkan sehingga bisa lebih maksimum memanfaatan kapasitas pabrik dan
kapasitas produksi. Sepanjang pendapatan marginal dari produk-produk lebih
tinggi dari biaya marginalnya, laba perusahaan akan meningkat. Jadi, ketimbang
menghasilkan sebuah produk tunggal pada titik dimana MR=MC dan menyisakan
banyak kapasitas berlebih, perusahaan, akan memperkenalkan produk baru sesuai
dengan urutan tingkat laba yang dihasilkanya, sampai dimana pendapatan marginal
dan biaya marginal dari unit terakhir dari produk yang paling kecil labanya
mencapai nilai yang sama.
Penentuan Harga
Optimum Untuk Produk Gabungan yang Di Produksi Dalam Proporsi Tetap
Produk yang diproduksi
oleh suatu perusahaan bisa memiliki keterkaitan tidak hanya dalam hal permintaan
, tetapi juga dalam hal produksi. Saling ketergantungan produksi muncul ketika
produk dihasilkan secara gabungan. Produk bisa dihasilkan secara gabungan dalam
proporsi yang tetap atau berubah-ubah. Ketika produk-produk dihasilkan secara
gabungan dalam proporsi yang tetap, produk-produk tersebut harus dianggap
sebagai sebuah “paket produksi”. Dengan begitu tidak terdapat suatu cara yang
rasional untuk mengalokasikan biaya produksi paket tersebut dalam masing-masing
produk didalam paket. Disisi lain produk yang dihasilkan secara gabungan bisa
saja memiliki permintaan dan pemdapatan marginal yang berdiri sendiri. Tingkat
otput terbaik bagi produk gabungan itu kemudian ditentukan pada saat
penjumlahan vertical dari pendapatan marginal masing-masing komponen produk
gabungan sama dnegan biaya marginal tunggal untuk menghasilkan keseluruhan
paket produk itu.
Penentuan
Harga Optimum Untuk Produk Gabungan Yang Diproduksi Dalam Proporsi Variabel
Meskipun
kasus produk yang dihasilkan secara gabungan dalam proporsi tetap (yaitu
bersifat komplementer dalam produksi) mungkin saja terjadi, yang lebih umum
adalah kasus produk-produk yang dihasilkan seca ra gabungan dalam proporsi
variabel (yaitu bersifat subtitusi dalam produksi).
Diskriminasi
Harga
Dalam bagian ini kita mengkaji penetuan harga yang
optimum bagi sebuah produk dari perusahaan yang dijual dalam beberapa pasar.
Pertama kita akan mendefinisikan arti “diskriminasi harga” dan membahas kondisi
yang memungkinkan timbulnya diskriminasi harga.
Arti dan
Kondisi Terjadinya Diskriminasi Harga
Diskriminasi
harga mengacu pada penentuna harga yang berbeda-beda, pada kuantitas yang
berbeda pada sebuah produk, pada waktu yang berbeda untuk setiap pelanggan yang
berbeda, atau pasar yang berbeda, tetapi bukan berdasarkan perbedaanya biaya. Harus
diingat bahwa perbedaan harga akibat perbedaan biaya dalam memasok suatu
produk/jasa dengan jumlah yang berbeda, pada waktu yang berbeda, pada kelompok
konsumen yang berbeda, atau dalam pasar yang berbeda, tidakah termasuk dalam
kelompok diskriminasi harga. Agar menjadi diskriminasi harga, perbedaan ini
tidakah boleh berdasarkan perbedaan dam biaya. Juga perlu ditekankan bahwa
diskriminasi harga tidak memiliki konotasi yang negative dalam ilmu ekonomi
artinya dalam ilmu ekonomi diskriminasi harga bersifat netral dan menguntungkan
sebagian orang dan juga merugikan sebagian lain, dan karena itu seringkali
sulit atau bahkan tidak mungkin untuk menentukan, apakah diskriminasi harga
menguntungkan atau merugikan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Tiga
kondisi harus dipenuhi agar semua perusahaan dapat menerapkan diskriminasi
harga:
1.
Perusahaan
tersebut harus mempunyai
kemampuan mengendalikan harga produk
(artinya perusahaan tersebut haruslah
perusahaan persaingan tidak sempurna). Perusahaan persaingan tidak sempurna
memiliki kendali atas harga produk yang dijual (artinya bertindak sebagia price taker )
2.
Elastisitas
harga permintaan terhadap produk tersebut harus berbeda untuk jumlah produk
yang berebda, waktu yang berbeda, kelompok yang berbeda.
3.
Jumlah
produk atau jasa tersebut kapan waktu digunakan atau dikonsumsinya produk
tersebut, dan kelompok pelanggan atau pasar bagi produk tersebut harus dapat
dipisahkan (artinya perusahaan tersebut harus mampu melakukan segmentasi pasar)
Diskriminasi
Harga Tingkat Pertama dan Tingkat Kedua
Terdapat
tiga jenis diskriminasi harga: tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat
ketiga. Dengan menerapkan salah satu jenis diskriminasi harga tersebut
perusahaan dapat meningkatkan pendapatan dan laba totalnya dengan mengambil
seluruh atau sebagian suplus konsumen. Diskriminasi harga tingkat pertama (first-degree price discrimination)
berkaitan dengan penjualan setiap unti produk secara terpisah dan menganakan
harga setingggi mungkin bagi setiap unit produk yang di jual. Dengan
menggunakan hal itu perusahaan menguras seluruh surplus konsumen dari konsumen
dan memaksimumkan penerimaan dan laba total yang diperoleh dari penjualan
produk tersebut. Namun demikian, diskriminasi harga tingkat pertama jarang
ditemukan dalam dunia nyata, karena untuk menerapkannya perusahaan harus
memiliki pengetahuan yang akurat tentang kurva permintaan masing-masing
konsumen secara individu dan mengenakan harga setinggi mungkin untuk setiap
unit produk yang dijual terpisah. Yang
lebih praktis dan sering terjadi adalah diskriminasi harga tingkat kedua (second-degree price discrimination). Ini mengacu pada penentuan harga perunit yang
sama untuk sejumlah atau sekelompok produk tertentu yang dijual kepada setiap
pelanggan, kemudian memberikan harga yang lebih murah perunitnya untuk sejumlah
atau sekelompok tambahan produk tersebut, dan seterusnya. Dengan melakukan ini,
perusahaan akan memperoleh sebagian, tetapi tidak semua, surplus konsumen.
Diskriminasi Harga Tingkat Ketiga Secara Grafis
Diskriminasi
harga tingkat ketiga (thitd degree price
discrimination) mengacu pada penentuan harga yang berbeda-beda untuk produk
yang sama dalam pasar yang berbeda, sehingga pendapatan marginal dari unit
terakhir yang dijual dalam setiap pasar sama dengan biaya marginal untuk
menghasilkan produk tersebut. Misalnya,
jika sebuah perusahaan menjual sebuah produk dalam dua pasar (pasar satu dan
pasar dua), perusahaan tersebut akan memaksumimkan laba totalnya dengan menjual
produk itu pada setiap pasar hingga MR1 = MR2 = MC. Jika MR1 > MR2, Akan
menguntungkan bagi perusahaan
mendistribusikan penjualan dari pasar kedua ke pasar pertama hingga
dicapai kondisi bagi maksimisasi laba. Sebaliknya, jika MR1 < MR2, akan
menguntungkan perusahaan untuk mentransfer dari pasar pertama ke pasar ke dua
hingga MR1 = MR2.
Diskriminasi harga internasional dan dumping
Diskriminasi
harga juga dapat diterapkan antara pasar domestic dan pasar luar negri.
Diskriminasi internasional disebut dumping. Hal ini mengacu pada pengenaan harga
yang lebih murah diluar negri dibandingkan di dalam negri untuk komoditas yang
sama, karna lebih tingginya elastisitas harga permintaan dipasar luar negri.
Dengan melakukan hal tersebut, monopolis memperoleh laba yang lebih tinggi
dibanding penjual pada tingkat output terbaik dengan harga yang sama dikedua
pasar. Persaingan dari pasar luar negri biasanya juga dibatasi beberapa
peraturan tarif impor atau hambatan
perdagangan lainnya. Pembatasan impor ini berguna sebagai pembagi pasar (yaitu,
menjaga agar pasar domestic terpisah dari pasar luar negri) dan mencegah
terjadinya pre-expor komoditas ke dalam negara tempat monopolis tersebut
beroperasi (yang akan menggagalkan upaya monopolis untuk menjual komoditas
tersebut lebih mahal didalam negeri dibandingkan diluar negri).
Selain
dumping yang muncul sebagai akibat dari diskriminasi harga internasional
(sering disebut sebagai persistent dumping), terdapat dua bentuk lain dari
dumping yaitu predatori dumping dan sporadic dumping. Predatori dumping adalah
penjualan sementara sebuah komoditas dibawah biaya produksinya atau pada
tingkat harga yang lebih rendah diluar negri agar bisa menyingkirkan produsen
dari luar negri dari persaingan dan setelah itu harga diluar negri akan
dinaikan untuk mengambil keuntungan dari kekuatan monopoli yang baru saja
diperoleh. Sporadic dumping adalah penjualan sekali-kali sebuah produk dibawah
biaya produksinya atau pada tingkat harga terlalu rendah diluar negri daripada
domestic, untuk menghabiskan kelebihan produksi yang bersifat sementara atau
tidak diperkirakan sebelumnya, tanpa harus menurunkan harga domestic.
Penentuan harga transfer
Bagian
ini, kita akan mendiskusikan arti dari nilai penting penentuan harga transfer,
dan kita akan mengkaji aturan bagi penentuan harga transfer yang optimum, pada
saat tersedianya pasar eksternal dan pasar eksternal tersebut merupakan
persaingan sempurna, dan pada saat pasar tersebut berada dalam persaingan tidak
sempurna.
Arti dan sifat penentuan harga transfer
Pertumbuhan
perusahaan modern berskala besar yang pesat, juga diikuti terjadinya
desentralisasi dan pembentukan pusat pusat penghasil laba yang semiotonom. Hal
ini diperlukan karna adanya kebutuhan untuk mengendalikan kecenderungan
peningkatan biaya komunikasi dan koordinasi diantara divisi-divisi yang
berbeda. Desentralisasi dan pembentukan pusat pusat penghasil laba yang
semiotonom, juga menimbulkan perlunya penentuan
harga transfer (transfer pricing), atau kebutuhan untuk menentukan harga
“produk antara” yang dijual oleh sebuah divisi semiotonom suatu perusahaan yang
berskala besar dan dibeli oleh divisi semiotonom lain dari perusahaan yang
sama.
Penentuan
harga yang sesuai untuk produk antara yang dijual oleh sebuah divisi semiotonom
kepada divisi otonom lainnya (penentuan harga transfer) memiliki nilai penting
yang sosial bagi efisiensi masing-masing
divisi, selain itu juga bagi operasi perusahaan tersebut secara keseluruhan.
Alasannya ada 2, pertama harga yang dibayar oleh sebuah divisi dalam perusahaan
untuk produk antara yang dihasilkan oleh divisi lain, mempengaruhi output dari
setiap divisi, dan oleh karna itu akan mempengaruhi output perusahaan secara
keseluruhan. Jika harga transfer yang ditetapkan salah, berbagai divisi akan
terlibat dalam transaksi tersebut, akibatnya perusahaan secara keseluruhan
tidak akan menghasilkan output pada tingkat optimum atau tingkat yang
memaksimumkan laba. Kedua, harga-harga transfer mempengaruhi tingkat laba dari
divisi yang terlibat dalam jual beli produk antara tersebut, dan akibatnya
harga transfer berfungsi sebagai insentif agar berbagai divisi dalam perusahaan
dapat beroperasi secara efisien. Harga transfer yang terlalu rendah secara arti
fiasial akan menurunkan tingkat laba dari divisi yang melakukan pembelian dan
hal ini bisa menyebabkan jatuhnya semangat para manajer, staff, dan pekerja
dalam divisi yang melakukan produksi karna peningkatan gaji dan bonus, dan
bahkan kadang-kadang keberadaan pekerjaan mereka, tergantung pada tingkat laba
divisi tersebut.
Selanjutnya
kita akan membahas bagaimana menentukan harga transfer yang tepat dalam kasus
ketika terdapat pasar eksternal untuk produk antara atau produk transfer
tersebut tidak ada. Ketika pasar eksternal ada dan bersifat persaingan sempurna
dan ketika pasar tersebut ada bersifat persaingan pasar tidak sempurna.
Penentuan harga transfer jika tidak terdapat pasar
eksternal untuk produk antara
Jika tidak
terdapat permintaan eksternal untuk produk antara divisi tersebut bisa menjual
barang antara tersebut hanya secara internal kepada divisi pemasaran perusahaan
dan divisi pemasaran perusahaan bisa membeli barang antara itu hanya dari
divisi produksi perusahaan. Karna 1 unit barang antara digunakan untuk
menghasilkan setiap unit produk akhir, maka output barang antara dan barang
akhir adalah sama.
MCp dan
MCm secara berturut-turut adalah biaya marginal dari divisi produksi dan divisi
pemasaran perusahaan, sementara MC adalah penjumlahan kurva vertical dari kurva
MCp dan MCm, dan mempresentasikan kurva biaya marginal total bagi perusahaan
secara keseluruhan. Tingkat output terbaik atau yang memaksimumkan laba bagi
perusahaan untuk produk akhir adalah 40 unit dan ditunjukan oleh titik Em,
ketika MRm=MC. Kurva permintaan dan pendapatan marginal yang dihadapi oleh divisi
produksi perusahaan adalah kemudian sama dengan harga transfer tersebut (yaitu,
Dp=MRp=Pt).
BAB 12
REGULASI DAN ANTI TRUST : PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN
REGULASI DAN ANTI TRUST : PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN
12.1. Regulasi Pemerintah untuk mendukung kalangan
bisnis serta melindungi konsumen, pekerja dan lingkungan.
Menurut
sebuah teori tentang keterlibatan pemerintah dalam perekonomian, regulasi
muncul karena adanya tekanan dari pihak pengusaha, konsumen, serta kelompok
lingkungan dan menghasilkan regulasi yang mendukung kalangan dan melindungi
konsumen, pekerja, dan lingkungan.
Menurut BSN
Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formil berupa peraturan
perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu
keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang, dan mengikat umum
Regulasi Pemerintah untuk Mendukung
Kalangan Bisnis serta Melindungi Konsumen, Pekerja, dan Lingkungan
Menurut teori ekonomi regulasi (economic
theory of regulation/capture theory of regulation) yang di kemukakan oleh
Stigler dan kawan-kawan, regulasi adalah hasil dari tindakan kelompok penekanan
serta menghasilkan hukum dan
kebijakan yang mendukung kalangan bisnis serta melindungi konsumen, pekerja,
dan lingkungan. Dalam bagian ini, kita mengkaji regulasi yang melindungi
perusahaan dari persaingan dan melindungi konsumen dari praktik bisnis yang
tidak adil, pekerja dari kondisi kerja yang berbahaya, dan lingkungan dari
polusi dan kerusakan.
Regulasi
pemerintah yang membatasi persaingan
Ratusan kelompok penekan (pressure
groups) yang berasal dari kalangan bisnis, petani, pedagang, dan kelompok
profesi telah berhasil membujuk pemerintah (lokal, negara bagian dan federal)
untuk melaksanakan berbagai regulasi, yang akibatnya membatasi persaingan dan
menciptakan kekuatan pasar yang artifisial. Regulasi ini meliputi :
1.
Pemberian lisensi (licensing)
Pemberian
lisensi biasanya diterima untuk memastikan sebuah tingkat kemampuan yang
minimum dan untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan bahaya, dimana sulit
bagi masyarakat untuk mengumpulkan informasi independen tentang kualitas suatu
produk atau jasa, dan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya cukup besar.
Meskipun demikian, tidak dapat dihindari bahwa pemberian lisensi menjadi sebuah
cara untuk membatasi persaingan.
2.
Paten (patent)
Paten adalah
hak yang diberikan oleh pemerintah federal kepada seorang penemu untuk
menggunakan secara eksklusif penemuannya selama 17 tahun. Di Indonesia
sendiri, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
Pemegang
paten (individu atau lembaga) bisa menggunakan paten secara langsung atau
memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan penemuan tersebut,
dengan imbalan berupa royalti. Paten ini merupakan cara lain bagi pemerintah
untuk membatasi persaingan dan masuknya pemain baru kedalam suatu industri,
kelompok profesi atau pedagang.
3.
Pembatasan pada persaingan harga dan
pembatasan aliran perdagangan internasional yang bebas
Regulasi
Pemerintah untuk Melindungi Konsumen, Pekerja dan Lingkungan.
- Pemberian informasi yang benar dan melarang misrepresentasi terhadap produk.
- Hukum kebenaran pinjaman, yang mengharuskan pemberi pinjaman untuk memberikan perjanjian yang lengkap dan akurat serta dalam bahasa yang mudah dimengerti.
- Standar keselamatan untuk gas dan bahan kimia berbahaya, tingkat kebisingan dan faktor bahaya lainnya.
- Penerapan upah minimum
- Regulasi polusi udara dan air.
Kebijakan
untuk melindungi konsumen :
1.
Mengharuskan pemberian
informasi yang benar dan melarang misrepresentasi terhadap produk. Hal ini
tertuang dalam undang-undang :
a.
Food and Grug act 1906, melarang
penipuan dan pemberian label yang menyesatkan untuk makanan dan obat-obatan
yang dijual dan diperdagangkan antarnegara bagian.
b.
Federal Trade
Commision Act 1914, dirancang untuk melindungi perusahaan dari metode
persaingan yang tidak adil, yaitu pemberian gambaran yang keliru terhadap
produk, teteapi pada saat yang sama, undang-undang ini juga memberikan
perlindungan yang penting bagi konsumen. Tindakan yang dilarang oleh
undakg-undang tersebut adalah :
§
Harga produk (misalkan harga
dikurangi, padahal sebelumnya harga telah dinaikkan)
§
Asal produk (memalsu negara asal
pembuatan produk)
§
Kegunaan produk (misalnya bahwa
produk dapat mencegah arthritis padahal tidak)
§
Kualitas produk (misalkan menyatakan
bahwa sebuah gelas terbuat dari kristal)
Namun undang-undang tersebut telah diamandemen oleh Wheeler-Lea
Act 1983 yang melarang iklan yang menyesatkan dan menipu tentang makanan,
obat-obatan, alat-alat korektif, dan produk komestik yang memasuki perdagangan
antarnegara bagian.
1.
Hukum kebenaran pinjaman (truth-in-lending
law)
Hukum ini
didasarkan pada Consumer Credit Protection Act 1968, yang mengharuskan
pemberi pinjaman untuk memperjelas perjanjian pinjaman agar tidak terjadi salah
penafsiran.
2.
Komisi keselamatan produk konsumen (consumer
product safety commission), untuk melindungi konsumen dari risiko atau
kecelakaan yang disebabkab penggunaan produk tertentu., menyediakan informasi
kepada konsumen tentang keamanan produk, dan mengembangkan standar keamanan
produk.
3.
Membuat undang-undang lain yang
dirancang untuk melindungi konsumen :
a.
Fair Credit Reporting Act 1971
b.
Warranty Act 1975
c.
National Highway Traffic Safety
Administration (NHTSA)
4.
Hukum dan regulasi yang melindungi
pekerja:
a.
Occupational Safety and Health
Administration (OSHA)
b.
Equal Employment Opportunity
Commission (EEOC)
c.
Hukum upah minimum
5.
Hukum untuk melindungi kerusakan
lingkungan dan polusi :
a.
Environmental Protection Agency
(EPA)
b.
Clean Air Act 1990
12.2. Eksternalitas dan Regulasi
Menurut
teori tentang regulasi yang menyangkut kepentingan masyarakat/publik, regulasi
pemerintah dilakukan untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure),
sehingga bisa menjamin bahwa sistem ekonomi beroperasi dengan cara yang
konsisten dengan kepentingan publik.
Menurut
Coase (1960), eksternalitas dapat muncul karena dua hal, yaitu :
1.
Ketika pemilik pribadi dari suatu
barang tidak mengkompensasikan secara penuh biaya dan manfaat dari setiap
kegiatan, karena mereka beranggapan biaya yang dikeluarkan akibat dari
penggunaan barang tersebut akan sangat tinggi.
2.
Ketika pengguna pribadi menggunakan
barang umum dan mengklain secara politis atas penggunaan barang tersebut.
Sedangkan menurut Pearee dan Nash, 1992; Bohm, 1991,
eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interkasi ekonomi berikut :
1.
Efek atau dampak satu produsen
terhadap produsen lain (affects of producers on other producers)
2.
Efek atau dampak samping kegiatan
produksi terhadap konsumen (effects of producers on consumers)
3.
Efek atau dampak dari suatu konsumen
terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers)
4.
Efek akan dampak dari suatu konsumen
terhadap produsen (effects of consumers on producers)
Eksternalitas, produksi dan konsumsi beberapa produk
bisa menimbulkan efek samping yang merugikan atau menguntungkan yang disebabkan
oleh perusahaan atau orang yang tidak secara langsung terlibat dalam produksi
atau komsumsi produk tersebut.
§ External
Diseconomies of Production adalah biaya yang belum terkompensasi yang menimpa
beberapa perusahaan akibat perluasan output oleh perusahaan lain.
§ External
Economies of Production adalah manfaat yang belum terkompensasi yang diterima
sebagian perusahaan karena meningkatnya output perusahaan lain
§ External
Diseconomies of Consumption adalah biaya yang belum terkompensasi yang menimpa
sebagian individu akibat pengeluaran konsumsi individu lain.
§ External
Economies of Consumption adalah manfaat yang belum terkompensasi yang dinikmati
oleh sebagian individu akbibat meningkatnya konsumsi individu lain atas suatu
produk.
Kebijakan untuk Mengatasi
Eksternalitas
Salah satu
cara untuk mengatasi kegagalan pasar atau inefisiensi akibat terjadinya ekonomi
eksternal adalah regulasi atau larangan pemerintah. Dengan melarang
sebuah aktivitas yang mengingkatkan ekonomi eksternal, maka disekonomis
eksternal tersebut dapat dicegah. Sebagai contoh, dengan melarang penggunaan
mobil, emisi mobil dapat dihilangkan. Namun yang lebih baik adalah regulasi
yang mengizinkan kegiatan yang menimbulkan eksternalitas, hingga titik ketika
manfaat sosial marginal dari kegiatan tersebut sama dengan biaya sosial
marginalnya. Walaupun begitu regulasi langsung sering kali menentukan teknik
produksi yang harus digunakan untuk membatasi disekonomis eksternal, biasanya
regulasi langsung tidaklah efisien.
Cara yang
lebih efisien untuk membatasi ekstenalitas pada tingkat ketika manfaat sosial
marginal dari aktivitas itu sama dengan biaya sosial marginalnya adalah dengan pajak
atau pemberian subsidi.
Jenis pajak
lain yang dikenakan untuk mengatasi eksternalitas negatif atau disekonomis
eksternal (dan mengingkatkan pendapatan untuk memberikan pelayanan pemerintah)
adalah pajak minuman keras, rokok, dan bensin. Subsidi lain yang diberikan
untuk mengoreksi eksteenalitas positif atai ekonomis eksternal adalah
pemotongan pajak investasi untuk meningkatkan investasi, tunjangan penyusutan
untuk menunjang pembangunan sumber daya alam, dan bantuan untuk pendidikan.
Selain
pelarangan dan regulasi, serta pajak dan subsidi, eksternalitas negatif dan
positif kadang-kadang dapat diatasi dengan pembayaran sukarela. Namun,
cara ini tidak praktis jika di daerah tersebut terdapat banyak penduduk yang
bertempat tinggal. Cara lain untuk mengatasi disekonomis eksternal yang
diakibatkan oleh sebagian perusahaan adalah mengizinkan atau mendorong
terjadinya merger, sehingga disekonomis eksternal terinternalisasi dan secara
eksplisit dihitung oleh perusahaan yang mengalami merger. Sebagai contoh jika
sebuah pabrik kertas berlokasi dihulu sebuah pabrik penylingan minuman, limbah
pabrik kertas yang dibuang ke dalam sungai menimbulkan disekonomis eksternal
bagi pabrik penyulingan minuman karena pabrik tersebut harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk memurnikan air yang digunakan untuk membuat bir. Walaupun
demikian, jika pabrik kertas dan pabrik bir bergabung, biaya pemurnian air untuk
membuat bir akan menjadi biaya eksplisit dan langsung, sehingga perusahaan yang
mengalamii merger harus memperhitungkannya dalam keputusan produksi (kertas dan
bir).
Cara lain
yang jauh berbeda untuk membatasi jumlah eksternalitas negatif hingga tingkat
yang optimal secara sosial adalah penjualan izin polusi. Dalam sistem
ini, pemerintah menentukan jumlah polusi yang dianggapnya optimal secara sosial
(berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari kegiatan yang menghasilkan polusi
itu) dan melarang lisensi bagi perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan polusi
sampai tingkat tertentu. Dengan demikian biaya polusi diinternalisasikan
(artinya, dianggap sebagai bagian biaya produksi biasa) oleh perusahaan, dan
jumlah polusi yang diizinkan akan dimanfaatkna dalam aktivitas yang lebih
berharga. Dari berbagai cara untuk mengatasi eksternalitas tersebut, ternyata
masih mempunyai kelemahan yaitu sulitnya mengukur hasil eksternalitas secara
akurat. Namun, dengan adanya berbagai cara terssebut dapat diketahui apa saja
yang perlu diukur dan prosedur apa yangperlu digunakan untuk mencapai
kepututsan atau kebijakan yang optimal secara sosial.
12.3. Regulasi Fasilitas Umum
Fasilitas Umum sebagai Monopoli
Alamiah
Monopoli
alamiah adalah suatu akibat yang terjadi secara alamiah ketika suatu peusahaan
besar mempunyai biaya perunit yang lebih kecil yang lebih rendah dari
peusahaan-perusahaan kecil lainnnya, sehingga mampu membuat
perusahaan-perusahaan kecil tersebut keluar dari bidang usaha tersebut.
Menurut
Iskandar Putong, S.E., MMSI monopoli alamiah adalah perusahaan yang
memperoleh kekuasaan monopoli karena mencapai skala usaha ekonomis pada tingkat
produksi yang sangat banyak jumlahnya.
Contoh monopoli alamiah adalah fasilitas umum – perusahaan
listrik, gas, air dan transportasi lokal.
Monopoli alamiah (Natural Monopoly)
terjadi pada perusahaan yang memasok keseluruhan pasar secara efisien dimana
kurva biaya rata-rata jangka panjang bisa turun sejalan dengan bertambahnya
output. Contohnya Public Utilities.
Kesulitan dalam Regulasi Fasilitas
Umum
Penentuan tingkat harga untuk jasa
fasilitas umum oleh komisi regulasi sangatlah rumit. Salah satu alasannya
adalah sangat sulit untuk menentukan nilai dari pabrik atau aset tetap dalam
perhitungan tingkat pengembalian yang normal.
12.4. Antitrust : Regulasi Pemerintah Atas Struktur
Pasar dan Perilaku Bisnis.
Undang-Undang Antitrust yang paling
Penting :
- Sherman Act (1890), lihat pasal 1 dan 2.
- Clayton Act (1914), lihat pasal 2, 3, 7 dan 8 (Diskriminasi harga, kontrak eksklusif dan mengikat, pembelian saham antarperusahaan bersifat melanggar hukum hanya jika hal-hal tersebut secara nyata mengurangi persaingan atau cenderung menciptakan monopoli.)
- Federal Trade Commision Act (1914), bentuk persaingan yang tidak sehat adalah melanggar hukum.
- Robinson-Patman Act (1936), amademen Clayton Act. Melarang penjualan yang lebih murah untuk tujuan merusak persaingan.
- Wheeler-Lea Act (1938), amandemen Federal Trade Commision Act. Melarang penayangan iklan yang salah dan menyesatkan atas suatu produk yang diperdagangkan antar negara bagian.
- Celler-Kefauer Antimerger Act (1950), menutupi kelemahan Pasal 7 Clayton Act. Melaran pembelian saham, aset perusahaan saingan, jika pembelian tersebut secara nyata mengurangi persaingan atau cenderung menciptakan monopoli. Melarang setiap jenis merger horizontal dan vertikal, konglomerasi, jika dampaknya secara nyata mengurangi persaingan atau cenderung menciptakan monopoli.
12.5. Penegakan Hukum Antitrust dan Gerakan
Deregulasi
Penegakan Hukum Antitrust: Beberapa
Pengamatan Umum
Penegakan
hukum antitrust telah menjadi tanggung jawab Divisi Antitrust dari
Departemen Kehakiman serta Federal Trade Commission (FTC). Secara umum,
Departemen Kehakiman menegakkan hukum yang terkandung dalam Sherman Act dan
Pasal 7 (pasal antimerger) Clayton Act secara pidana, sementara FTC menegakkan
pasal lain dari Clayton Act secara perdata. Gugatan Antitrust bisa
diprakarsai oleh Departemen kehakiman, FTC, jaksa tinggi negara bagian, dan
oleh kelompok-kelompok pribadi.
Pelanggaran
atau dugaan terhadap pelanggaran antitrust diatasi dengan beberapa cara
diantaranya :
1.
Pembubaran dan pelepasan
2.
Keputusan
Keputusan adalah perintah pengadilan
yang mengharuskan terdakwa berhenti melakukan tindakan antikompetitif tertentu
atau melaksanakan tindakan kompetitif yang diperintahkan.
3.
Surat keputusan perjainjian
pembubaran dan pelepasan (dissolution an divestiture
Surat keputusan perjanjian adalah
sebuah kesepakatan, tanpa persidangan di pengadilan, antara terdakwa (tetapi
tanpa menyatakan dirinya bersalah) dan Departmen Kehakiman yang di dalamnya
terdakwa setuju untuk mematuhi aturan perilaku bisnis yang ditetapkan dalam
kesepakatan tersebut.
Penegakan Hukum Antitrust: Struktur
Penegakan
hukun antitrust untuk mencegah meunculnya struktur industri yang
antikompetitif, merupakan pelaksanaan Pasal 2 Sherman Act yang melarang
monopolisasi dan usaha atau konspirasi untuk memonopolisasi, dan penerapan
Pasal 7 Clayton Act, dan Celler-kefauver Act, yang melarang merger yang secara
nyata mengurangi persaingan.
Penegakan Hukum Antitrust: Perilaku
Bisnis
Kebijakan antitrust
juga diarahkan yntuk mengatasi perilaku bisnis industri yang antikompetitif.
Mahkamah Agung AS melarang kolusi harga riil dan diskriminasi harga, jika
secara nyata mengurangi persaingan dan cenderung menciptakan monopoli. Secara
lebih khusus, Mahkamah Agung menyatakan bukan hanya kartel sebagai tindakan
yang melanggar hukum, tetapi juga berlaku untuk kesepakatan atau kolusi
informal untuk membagi pasar, mematok harga, atau membuat skema kepemimpinan
harga. Kebersamaan yang disengaja yaitu pelaksanaan kebijakan yang
sejalan dan seiring oleh para oligopolis atas dasar saling ketergantungan yang
mereka sadari, disebut sebagai tindakan melanggar hukum jika mencerminkan
kolusi.
Aspek yang
paling sulit dalam menegakkan Pasal 1 Sherman Act adalah membuktikan kolusi
tersembunyi atau informal. Kadang-kadang kasusnya sangatlah jelas. Berdasarkan
pasal 1 Sherman Act penentuan harga yang mematikan dianggap melanggar hukum.
Conscious parallelism, pelaksanaan kebijakan yang sejalan
dan seiring oleh para oligopolis atas dasar saling ketergantungan yang
disadari.
Predatori Pricing, perusahaan menggunakan laba
perolehan dari satu pasar untuk menjual suatu produk dibawah biaya variabel
rata-ratanya dalam pasar yang lain untuk menyingkirkan para pesaing atau
mencegah masuknya perusahaan baru.
Praktek Regulasi dan Anti Trust di
Indonesia
Di Indonesia sendiri, telah dibentuk
suatu organisasi bernama KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). KPPU adalah
lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tugas dan wewenang dari KPPU
di atur dalam pasal 35 dan 36 UU no 5 tahun 1999. Pembentukan KPPU ini
didasarkan pada pasal 34 UU no 5 tahun 1999 yang mengistrusikan bahwa
pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi diterapkan melalui
kepres. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Kepres no 75 tahun 1999 dan
diberi nama KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha).
Tugas KPPU :
1.
Melakukan penilaian terhadap
perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 16;
2.
Melakukan penilaian terhadap kegiatan
usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
3.
Melakukan penilaian terhadap ada
atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28
4.
Mengambil tindakan sesuai dengan
wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
5.
Memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
6.
Menyusun pedoman dan atau publikasi
yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
7.
Memberikan laporan secara berkala atas
hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang PKPU
1.
Menerima laporan dari masyarakat dan
atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
2.
Melakukan penelitian tentang dugaan
adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
3.
Melakukan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang
ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
4.
Menyimpulkan hasil penyelidikan dan
atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
5.
Memanggil pelaku usaha yang diduga
telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
6.
Memanggil dan menghadirkan saksi,
saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
7.
Meminta bantuan penyidik untuk
menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana
dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
8.
Meminta keterangan dari instansi
Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
9.
Mendapatkan, meneliti, dan atau
menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau
pemeriksaan;
10. Memutuskan
dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
11. Memberitahukan
putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat;
12. Menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini.
Gerakan
Deregulasi
Tujuan Utama
deregulasi adalah untuk meningkatkan persaingan dan efisiensi dalam industri,
serta untuk menurunkan tingkat harga tanpa mengorbankan kualitas.
Berdasarkan teori
kepentingan publik memutuskan bahwa regulasi dilakukan untuk mengatasi
kegagalan pasar, agar bisa menjamin sistem ekonomi beroperasi dengan cara yang
sesuai dengan kepentingan publik. Menurut Stinger dan kawan-kawan regulasi
adalah hasil dari tindakan yang dilakukan oleh berbagai kelompok penekan.
Tindakan kelompok penekan tersebut menghasilkan hukum dan kebijakan yang
membatasi persaingan dan mengedepankan kepentingan perusahaan yang seharusnya
mengalami regulasi.
12.6. Regulasi Persaingan Internasional
Terdapat beberapa cara yang digunakan pemerintah untuk
melakukan regulasi atas perdagangan internasional :
1.
Tarif impor (pajak atas impor)
Dengan
adanya tafir impor maka tarif meningkatkan harga bagi konsumen domestik,
mengurangi kuantitas permintaan komoditas dalam negri dan impor dari luar
negeri, serta mendorong produksi domestik berupa produk subtitusi impor.
2.
Kuota impor
Dengan
adanya kuota impor dapat dengan mudah dan efektif membatasi persaingan dan
meningkatkan harga.
3.
Pembatasan ekspor sukarela
Merupakan upaya suatu negara
untuk membujuk eksportir (negara maupun perusahaan swasta) agar secara sukarela
membatasi ekspornya ke wilayah negara tersebut.
4.
Antidumping
5.
Regulasi teknis
-
Regulasi keselamatan
-
Regulasi kesehatan
-
Syarat pemberial label
Bentuk
Regulasi persaingan Internasioan
1.
Import Tarif
2.
Import Quota
3.
Voluntary Export Restraint-VER
4.
Uruguay Round
Kesimpulan
BAB 11 Praktik Penentuan Harga
Kesimpulan: Dalam praktik penentuan harga, perusahaan
harus benar-benar membuat keputusan yang tepat. Hal ini dikarenakan banyaknya
faktor yang mempengaruhi penentuan harga dan harga menjadi sesuatu yang
sensitif bagi konsumen. Terlebih lagi pesaing menjual produk dengan harga yang
lebih murah dan menyebabkan konsumen beralih ke pesaing, tentu saja perusahaan
akan merugi dengan keadaan itu. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan langkah
yang tepat untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan cara: Pemanfaatan Kapasitas
Pabrik dan Penentuan Harga Produk yang Optimum, dan Diskriminasi
Harga.
BAB 12 REGULASI DAN
ANTITRUST : PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN
Kesimpulan: Peran pemerintah dalam perekonomian sangatlah penting, karena
disini pemerintah menjadi penengah antara pebisnis/perusahaan,
pekerja/karyawan, konsumen dan masyarakat lainnya. Dengan menjadi penengah,
pemerintah membuat peraturan yang mengatur semua kegiatan dalam perekonomian
baik itu peraturan penetapan gaji karyawan, pajak, hak paten, lisensi dan
sebagainya. Pemerintah juga mengawasi kegiatan perekonomian yang merugikan
konsumen atau pun pemerintah sendiri, seperti adanya kartel penetapan harga dan
lainnya. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam perekonomian sangatlah penting
dan fungsinya harus tetap berjalan dengan benar dan setegas mungkin dalam
menjalankan peraturan yang dibuatnya.
0 komentar:
Post a Comment